Nyai Dasima
Nyai Dasima yang lebat rambutnya
Sudah lama tidak berjumpa
Kini kulihat tetap saja kamu jelita
Menggeleng-ngelengkan kepala di bawah lampu jalan
Kamu mengadu kepada
Ya,
ya, ya, ya,
keadaan sudah berubah tentu saja
Pabrik-pabrik didirikan di desa
Orang desa menjual tanahnya
Pergi ke kota jadi gelandangan Ya, ya, ya, ya,
keadaan sudah berubah
Bendungan yang didirikan ditunggui eceng gondok
Pengairan malah berkurang
Dan tenaga listriknya hanya mampu terbeli oleh modal asing
Nyai Dasima yang lentik bulu matanya Sudah lama tidak berjumpa
Kini kulihat lesung pipitnya tetap sempurna
Dunia berubah,
ia terbata-bata,
tetapi cuma sementara
Ketika pabrik batik gulung tikar
dan wanita-wanita pembatik peluyuran di jalan di waktu malam
Dengan cepat ia membuka kedai makan
Ia judes terhadap langganan yang berhutang
Ia bekerja siang dan malam
Nyai Dasima bibirnya merah kesumba Sudah lama tidak berjumpa
Kini kulihat ia tetap cantik dan perkasa
Ia tak pernah ragu-ragu
Kadang-kadang menangis juga,
tetapi cuma sedikit air matanya
Anaknya yang tamat SMA tak dapat kerja Cepat-cepat ia seret ke pasar,
ia suruh berdagang saja
Dunia berubah,
ia senantiasa akan berubah,
tentu saja
Tapi Dasima tetap Dasima,
ia melenggang satu-dua dan dunia terkesima oleh pantatnya
Dasima,
wahai Dasima,
uangmu kamu hitung,
uangmu kamu simpan,
semangatmu memandang ke depan
Uang itu gaib katamu,
mungkin sebab nyatanya diburu ia bagai bayangan,
dihayati ia menjadi kenyataan
Nyai Dasima menggeliatkan tubuhnya,
sudah lama tidak berjumpa,
kini bertemu ia minta picitan
Ayolah Nyai,
mari kemari,
kebayamu yang rapih, bersih berkanji
Nyetinyet tebu,
nyetinyet pisang,
meski kamu sudah ibu,
kamu toh tetap kira
Đang Cập Nhật
Đang Cập Nhật