Tadi beliau memisahkan seorang ibu, pembantu,
cleaning service masjid,
penjaga masjid,
marbot masjid,
atau tukang sapu jalanan.
Boleh jadi dia lebih mulia daripada seorang pendakwah
yang tersempimpar dengan ribuan jamaah
yang niatnya ternyata untuk bangga diri.
Sementara tukang sapu itu setiap penyapu dia berzikir
dan ingin keridoan Allah.
Kan itu zikir tidak hanya di hati,
tidak hanya di pikiran,
ucapkan basahilah bibirmu dengan zikrullah.
Lalu dibuktikan dengan zikir nyata.
Inilah yang disebut dengan harokah zikir.
Ibadah,
kasih sayang,
lembut,
santun,
tidak kehilangan ketegasan,
keberaniannya.
Karena ahli zikir tidak ada yang dia takuti kecuali hanya Allah.
Hanya Allah.
Dia tidak ada yang dia takuti kecuali hanya Allah jalla jalal.
Karena dia ingat Allah, ingat akhirat.
Disakiti, diserang,
kemudian saat lawan tidak berdaya,
lalu minta maaf,
dia maafkan,
dia beri kesempatan.
Karena dia melakukan tingkat zikir yang tinggi lagi.
Karena ahli zikir ahli dakwah.
Dan itu yang menjadi semangat dalam semua aktivitasnya.
Sehingga mewarnai semua ibadahnya bernilai dakwah.
Amalnya bernilai dakwah.
Ahlaknya bernilai dakwah.
Rumah tangganya bernilai dakwah.
Setiap orang melihat dia jadi ingat Allah.
Dan yang terakhir ahli zikir itu ahli muhassabah.
Ia terus sibuk memperbaiki dirinya.
Tanpa pernah ia merasa paling suci.
Makin kuat zikirnya makin istihrak,
tenggelam dia dalam kesibukan memperbaiki dirinya.
Yang paling dia incar adalah husnul khatima.